CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Selasa, 29 Maret 2011

Bicara tentang ibadah


“Shalat dhuha-nya bisa nanti mbak. Sekarang jam rapat. Kalau memang mau sholat dhuha, kenapa nggak tadi aja sebelum rapat. Lagian rapat ini kan cuma sejam. Klo dhuhanya 20 menit, rapatnya jadi nggak efektif”
                Suara itu membuat suasana menghening. Entah apa yang ada dipikiran teman saya itu. Orang ibadah kok dilarang.
                “Lho sampeyan ini gimana toh mbak? Orang mau ibadah kok dilarang?”
                Satu orang mulai angkat bicara. Tak setuju
                “Iya nih, sesama muslim kok gitu”
                Orang lain menambahi. Sementara teman saya yang tadi menjadi semakin geram.
                “Lho saya tidak melarang ibadah. Titik point kalimat saya kan jangan sholat dhuha di jam rapat. Itu saja”
                “Tapi tetap saja mbak, ibadah sunnah itu kan hak semua orang”
                “Yess well, well i know.....tapi kepentingan anda di sini untuk rapat. Saya tidak mau anda menjadikan ibadah sebagai alasan atas turunnya profesionalitas anda. Titik”
                Perdebatan itu terus terjadi. Entahlah, saya lupa endingnya seperti apa. J
                Jujur baru sekali saya menyaksikan perdebatan seperti ini. Adapun dua teman saya, saya yakin mereka berdua punya maksud baik hanya saja mereka berdua memandang dari sudut yang berbeda. Satunya lebih terfokus pada kesalihan individual, sedangkan satunya lagi lebih terfokus pada kesalihan sosial. Tak ada yang salah, hanya saja dari kedua hal tersebut, pastinya ada 1 hal yang lebih baik, lebih utama.
                Meski konteksnya tak terlalu sama, kejadian ini mengingatkan saya kepada salah satu hadis yang dibahas dalam kitab Nasaihhul Ibad :
“Barangsiapa bangun di waktu pagi dan berniat menolong orang yang teraniaya dan memenuhi keperluan orang Islam baginya pahala yang sama dengan haji mabrur. Hamba Allah yang paling dicintai adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain (manusia) dan amal yang paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman menutup rasa lapar orang lain, membebaskannya dari kesulitan hidup atau membayarkan utangnya”.     
                Konteksnya nggak terlalu sama kan?
                Tapi jika dirunut lebih dalam, *menurut penjelasan pak ustadz waktu itu* ada satu poin penting. Bahwa keutamaan ibadah itu bersifat relatif1. Ada kalanya dalam satu waktu shalat dhuha menjadi ibadah sunnah yang paling utama sedang dilain waktu tak menutup kemungkinan ada ibadah lain yang lebih utama daripada shalat dhuha...hm rada’ belibet ya?
                Gimana njelasinnya ya?
                Oke pake kejadian aja deh.
                Misalnya begini,
                Teman-teman lagi asyik duduk-duduk di masjid di waktu dhuha, nah pada waktu itu kan sholat dhuha jadi ibadah yang utama soalnya shalat dhuha jelas lebih baik daripada duduk dan nggak ngapa-ngapain lalu beberapa detik kemudian tiba-tiba ada orang kerampokan dalam masjid *mungkin nggak sih? Anggep mungkin ajalah* . Dalam hal ini menolong orang kerampokan tadi tentunya menjadi lebih utama daripada sholat duha. *Ya iyalah, mana mungkin ada seorang muslim yang enak-enakan sholat sunnah sementara di depan mata ada sodara sesama muslim dirampok orang.*
                *Contohnya bisa dipahami kan? afwan kalau membingungkan*
                Dalam hadis riwayat Abu Hurairah juga ditunjukkan
                Satu hari seorang pemimpin yang bertindak adil terhadap rakyatnya adalah lebih utama daripada orang yang beribadah selama 60 tahun1
                Dari sini insya allah bisa disimpulkan kan? dua sudut pandang teman tadi, mana yang lebih ahsan?
                Yupz , intinya jangan jadikan ibadah sebagai alat mendholimi orang lain J
                Kalo bisa shalat dhuha sebelum ato sesudah rapat, kenapa harus sholat dhuha di waktu rapat? :D
                Satu hal lain yang bisa diambil dari peristiwa tadi :D meski ga terlalu nyambung dengan bahasan :D
                Nasihati orang lain dengan kata-kata yang baik (Qaulan ma’rufan)
                Bingung?
                Mari kita diskusikan :D
Surabaya, 29 maret 2011
  Aisyah

Catatan
1)      Ibadah yang dimaksud adalah ibadah yang hukumnya sunnah

Sabtu, 19 Februari 2011

Lelaki Berjiwa Malaikat

Rumah sakit Dharmais 20.00

Wajahnya lesu kelelahan. Kaosnya kumal penuh keringat. Baru sejam lalu dia datang. Sepertinya hari ini kerja berat lagi.

“Dokter Farid, habis memeriksa istri saya?”

Dia menyapaku ceria. Sepertinya dia sadar kalau sudah kuamati sejak tadi.

“Bagaimana perkembangannya dok?”

“Pak Rahmat sabar ya. Sejauh ini belum ada perkembangan signifikan” Tanganku menepuk-nepuk pundaknya. Membayangkan kalau reaksinya akan seperti keluarga pasien lain. Menangis meraung-raung, memukul-mukul tembok dan melakukan hal-hal ‘ekstrem’ lainnya

“Semoga Allah membantu kami bersabar dok”

Ternyata reaksinya jauh dari bayangan. Rahmat hanya tersenyum. Sejurus kemudian dia melangkah ke ruang ICCU. Mengintip tubuh lemah istrinya dari balik kaca. Kalau kau melihatnya, mungkin kau akan benar-benar terharu.

Kulihat matanya sedikit berkaca-kaca meski bibirnya masih mencoba tersenyum. Dia menggumamkan beberapa kata yang tak jelas. Sepertinya dia sedang berdoa dan berbicara kepada isterinya dengan caranya sendiri.

*
Rumah sakit Dharmais 03.00

Pagi buta. Aku berjalan ke parkiran mobil, operasi tadi membuatku tertahan di rumah sakit sampai pagi. Tubuh lelahku kuayun pelan sambil meminum sekaleng kopi dingin. Menghindari resiko tidur sambil berjalan seperti yang dulu-dulu. Sampai di parkiran, aku menghidupkan Fortunerku. Tak berhasil. Mencoba menghidupkannya lagi. Tetap tak bisa. Sekali, dua kali, tiga kali, lima kali. Aku mulai jengkel.

“Shit....nih mobil ga tau apa kalo gue lagi capek”

Mulutku mulai agak rusak, aku turun dari mobil sambil mengumpat berkali-kali. Kenapa mobilku harus mogok sepagi ini. Di parkiran masih belum ada orang. Aku tak terlalu ahli memperbaiki mesin. Bagaimana kalau mobil ini tak mau jalan. Kuambil handphone di sakuku, berharap bisa menelfon taksi.

“Arrggghhhhhh....”

Aku menendangi ban mobilku. Jengkel. Aku lupa kalau handphone ku sudah lowbat dari tadi.

“Assalamualaykum dokter”

“Waalaykumsalam pak Rahmat”

“Itu mobilnya kenapa kok ditendang-tendang?”

“Mogok pak. Saya capek, jadi jengkelnya berlipat-lipat”

Rahmat tertawa mendengar jawabanku. Membuatku sadar kalau sikapku tadi memang lucu. Istilah gaulnya Ababil, begitu lah.

“Dokter Farid ini lucu. Mobil mogok kok malah ditendangi”

“Kadang capek membuat saya labil pak”

Kali ini aku tak menemukan ekspresi yang tepat selain nyengir tak jelas untuk menutupi rasa maluku.

“Yang sabar toh dok. Sini biar bapak bantu”

Laki-laki 40 tahun itu lalu menyuruhku membuka kap depan mobil. Aku pasrah. Mungkin dia bisa.

“Pak Rahmad nggak tidur?”

“Sudah tadi dok. Jam dua baru bangun”

“Wah bapak rajin sekali ya. Kalau saya lagi nggak ada kerjaan, jam segini pasti masih melungker di kasur”

“Sayang dok kalau jam segini tidur. Jam segini itu jam turunnya malaikat. Semua doa diijabah. Lha masak di waktu istimewa seperti ini saya tidur”

Lelaki yang hidupnya sedang penuh musibah itu berpetuah tanpa mengangkat kepalanya dari dalam kap. Aku sedikit sanksi dengan kata-katanya. Kalau yang dia katakan benar, seharusnya nasibnya tak sesial ini. Bagaimana mungkin orang yang disayang Tuhan malah dapat musibah bertumpuk-tumpuk. Istri kena Leukimia, 3 bulan koma di rumah sakit. Musibah itu saja sudah membuat Rahmat terpontang-panting mencari biaya pengobatan. Eh ditambah lagi sebulan lalu, perusahaan tempat dia bekerja tiba-tiba bangkrut dan memutuskan ikatan kerja tanpa pesangon yang cukup. Bagaimana orang ini masih bisa berkata kalau Tuhan akan mengabulkan doanya?

“Dokter Farid, sepertinya mobilnya sudah nggak mogok lagi. Mangga dicoba”

“Ah iya pak”

Aku masuk ke dalam mobilku, mencoba menghidupkan mesinnya. Lancar. Alhamdulillah.

“Terima kasih pak”

“Iya”

Tangan Rahmat melambai ceria. Aku menyetir mobilku pelan, berjaga kalau tiba-tiba kantukku tak tertahan.

Stasiun Senen 09.00

Kantukku masih tersisa. Suasana stasiun yang terlalu ramai membuatku tak bisa memejamkan mata sedetikpun padahal biasanya aku bisa tertidur pulas sambil duduk, atau sambil berdiri sekalipun. Kulirik jam tanganku. Sudah sejam aku menunggu tetapi kereta yang membawa Atikah, isteriku dari Surabaya tak juga datang. Sebenarnya aku memaksanya naik pesawat saja, mengingat kondisi kandungannya yang masih muda, rawan keguguran tapi dia menolak. Katanya naik kereta lebih nikmat.

Kubiarkan mataku menyisir keramaian. Memandangi ratusan wajah dengan ekspresi berbeda-beda. Ada yang menunggu kereta sambil terkantuk-kantuk, ada yang membaca buku, ada yang mendengarkan musik, ada yang mengobrol. Ada juga yang sibuk berjualan. Dari kejauhan, aku melihat sosok yang sepertinya kukenal. Perut buncit. Kulit putih bersih. Mengenakan bawahan celana gelap dan atasan kaos putih berlogo salah satu partai politik. Tangan kanan dan kirinya membawa 2 keranjang penuh makanan ringan dan minuman dingin. Aku memastikan, Tak salah lagi. Itu Rahmat.

“Laki-laki itu, bagaiamana dia bisa sesemangat itu?” aku bergumam dalam hati. Kuamati terus laki-laki itu. Kulihat tubuh gemuknya menunduk, tangannya tampak menyodorkan sebotol minumn isotonik kepada seorang laki-laki berbaju lusuh di dekatnya. Laki-laki berbaju lusuh itu terlihat menggeleng tapi tatapan matanya menunjukkan kalau dia sedang haus. Seperti biasa, Rahmat hanya tersenyum.

“Ambil saja mas”

“Saya tidak punya uang pak. Barang-barang saya hilang di kereta”

“Kalau mas nggak minum nanti pingsan lho. Ambil aja. Gratis”

Pak Rahmat terus menyodorkan minuman dingin berbotol biru itu. Sang pemuda tersenyum. Dan berterima kasih berkali-kali. Satu hal yang masih tak habis pikir, dalam keadaan sulit. Bahkan pengobatan isteri saja sampai harus menjual rumah. Belum lagi kuliah anak yang harus mandeg gara-gara tak mampu membayar SPP. Dia masih mau berbagi. Orang baik kadang membuat bingung.

*
Rumah Sakit Dharmais menjelang senja

Bau kematian menajam. Sinyal EKG (1)  melemah. Membuat keringat dinginku bercucuran. Sejak jam setengah empat tadi kondisi isteri Rahmat memburuk. Aku mencoba menghubungi Rahmat dan anaknya, namun baru detik ini aku sadar. Mereka berdua tak punya handphone.

Dokter Surya tampak menahan nafas. Mata kami saling bersitatap. Garis-garis di EKG terlihat lurus. Dokter Surya melakukan defibrilasi(2). Sekali, dua kali, tiga kali. Garis-garis di EKG tak berubah. Tetap lurus.

“Innalillahi Wa Inna Ilai Roji’un”

Dadaku tiba-tiba sesak. Meskipun aku dokter spesialis kanker yang sebenarnya sudah sangat biasa mengatakan, “Maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin, Tuhan berkehendak lain” tapi optimisme, wajah ceria Rahmat membuatku tak tega mengatakan itu.

Aku keluar dari ruang ICCU. Ternyata Rahmat sudah standby di luar. Tangannya menggenggam map biru.

“Dokter Alhamdulillah saya dapat kerja lagi dengan posisi yang sama. Manajer Keuangan”

Aku mencoba memaksa tersenyum.

“Bagaimana kondisi isteri saya Dok? Apa sudah membaik? Saya jadi tak sabar ingin bercerita ke istri saya”

Aku memutar otak. Bagaimana memilih kata yang tepat? Oh God. Huft.

“Pak Rahmat sabar ya. Isteri bapak sudah beristirahat dengan tenang. Sepuluh menit lalu Tuhan memanggil isteri bapak”

Hening. Rahmat terdiam. Ekspresinya berubah. Tangannya menepuk dada.

“Ishbirni ya Rabb”(3)

Rahmat mengucapkan kata yang tak kumengerti. Beberapa menit kemudian, untuk pertama kalinya kulihat laki-laki tegar itu menangis.

“Sekarang isteri saya dimana dok?”

“Masih di ruang ICCU pak. Mari saya antar”

Tanpa komando, Rahmat berjalan cepat memasuki ruangan. Aku hanya memandanginya dari jauh. Laki-laki itu berhenti terisak. Diciuminya wajah sang isteri. “Allah menyayangimu. Allah menyayangimu”. Rahmat menatap isterinya lama, kurang lebih tiga puluh menit. Aku menungguinya dengan sabar.

“Allah lebih menyayanginya dok. Makanya dia dipanggil duluan”

Aku tercenung. Dalam kondisi seperti ini, di masih bisa berpikir positif.

“Dokter, saya boleh minta tolong?”

“Apa yang bisa saya bantu?”

“Bisa pinjam telefon. Untuk menelfon adik saya. Kasihan putri saya tidak ada yang menjemput”

Aku meminjami laki-laki itu handphone. Rahmat menggunakannya sebentar. Lalu pergi menyelesaikan administrasi. Dan membawa pulang jenazah isterinya. Sejak itu, aku tak pernah melihatnya lagi.


Tunjungan Plasa Surabaya 6 Bulan Kemudian

Kandungan Atikah sudah 7 bulan, aku memintanya mengambil cuti. Mungkin dua bulan lagi dia melahirkan. Aku tak tega kalau harus membiarkannya sendirian di rumah saat aku kerja. Karena kampung halamanku di Bukittinggi terlalu jauh. Akhirnya aku memutuskan untuk membawanya ke rumah ayah bundanya di Surabaya.

Minggu ini, atas nama bayi yang dikandungnya dia memaksaku menemaninya ke toko buku Gramedia tunjungan plasa.

“Ke Manyar aja ya sayang, Dharmahusada ke TP kan jauh”

Aku mencoba membujuknya agar mau kuantar ke toko buku yang lebih dekat.

“Tapi aku pengen ke Gramedia TP mas. Ayo”

“Ntar anak kita ngiler lho”

Dia terus merengek. Dan bisa ditebak, ujung-ujungnya aku tak tega menolak bidadariku itu.

Di depanku, Atikah asyik memilah-milah buku psikologi Islam yang tertata rapi di rak kayu warna coklat. Aku memandanginya tenang, melihat bidadariku bahagia, rasanya damai sekali.

“Dokter Farid, Assalamualaykum”

Seseorang menepuk pundakku dari belakang

“Pak Rahmat” aku terkejut. Aku melihat Rahmat lagi. Kali ini penampilannya sedikit berbeda. Lebih bersih dan terlihat lebih makmur.

“Sedang apa dok?”

“Nemenin isteri pak. Lagi ngidam. Pak Rahmat sendiri?”

“Saya sedang mencari hadiah buat putri saya dok. Minggu depan dia wisuda S1 sekaligus wisuda hafalan Al Qur’an”

“Subhanallah hebat sekali”

“Iya. Waktu isteri saya sakit, anak saya cuti kuliah dan nyantri di ponpes. Meneruskan hafalannya yang kurang 10 juz. Alhamdulillah sudah khatam. Dan Alhamdullillah 6 bulan lalu saya dapat kerjaan lagi jadi bisa membayar kuliah putri saya sama ngontrak rumah”

“Pak Rahmat hebat ya”

“Bukan hebat dok. Hanya saja Allah memberi kami banyak kesempatan. Pamit dulu ya dok, kasihan anak saya nunggu di rumah. Assalamualaykm”

“Waalaykumsalam”

Rahmat berlalu, badannya mulai tak terlihat. Aku merenung. Laki-laki hebat. Optimisme, Khusnudzon, satu hal yang mungkin tak dipunyai orang lain. Laki-laki itu, tak pernah mengeluhkan keputusan Allah yang kadang terlihat kejam (atau mungkin aku saja yang menganggapnya itu kejam). Tanpa sadar aku mengingat kembali kejadian 6 bulan lalu.

Mungkin saja, maksud Allah mengambil isteri Rahmat adalah memberi Rahmat kesempatan menata kembali perekonomiannya. Mungkin saja maksud Allah membuat Rahmat tak bekerja untuk sementara waktu adalah untuk mengistirahatkan putri Rahmat agar dia punya kesempatan mendapat gelar Sarjana Komputer dan Hafidzah secara bersamaan. Mungkin saja.

“Wallahu a’lam mas. Tapi yang pasti, Allah itu Mahaadil. Sayang sama makhlukNya. Mas Farid aja yang kadang suka ngeluh. Di kasih ujian dikit sudah ngamuk-ngamuk nggak jelas”

Atikah menceramahiku. Aku memencet hidung mancungnya.

“Iya. Setidaknya mulai detik ini aku sadar, bahwa Allah tak pernah meninggalkan hambanya. semakin gelap malam semakin dekat dengan fajar, semakin berat persoalan semakin dekat dengan jalan keluar. Begitu kan sayang?”

Atikah tersenyum, sambil memegang perut buncitnya dia berbisik.

“Dengar sayang, papamu mulai sadar. Alhamdulillah”

Kami tertawa bersama. Ya Allah terimakasih karena kau sudah mengingatkanku dengan cara yang bisa kumengerti.

Selasa, 28 September 2010

Tentang Al Qur’an yang Dibakar

Metrotvnews.com, Springfield: Pembatalan pembakaran Alquran hanya omong kosong belaka. Faktanya, dua pendeta justru melakukannya. Yang melakukan bukan Pendeta Terry Jones, tapi kedua pengikutnya.
Pendeta Bob Old bersumpah melaksanakan aksinya membakar Alquran. Bersama Pendeta Danny Allen, Old melakukan aksinya di hadapan sekelompok orang yang sebagiannya merupakan awak media, Sabtu (11/9) lalu, sama persis pada hari yang dideklarasikan Terry Jones.

Kedua pendeta itu menyiram dua buah mushaf dan sebuah teks Islam lainnya dengan cairan pembakar, lalu menyulutnya dengan api. Mereka menyaksikan bersama-sama kitab suci umat Islam itu menjadi abu.
Aksi dua pendeta itu dilakukan di pekarangan belakang kediaman Old. Mereka mengatakan aksinya merupakan pesan dari Tuhan. Old mengatakan gereja telah mengecewakan banyak orang karena tidak mendukung aksinya. "Saya yakin bahwa sebagai negara kita berada dalam bahaya," ujarnya sebagaimana dikutip media online Tennessean (12/10).
"Ini adalah buku berisi kebencian, bukan cinta," katanya sambil memegang Alquran sebelum kemudian membakarnya. "Ini adalah kitab palsu, Nabi Muhammad adalah nabi palsu dan itu merupakan wahyu palsu," tambahnya.
Kedua pendeta itu lantas melakukan apa yang disebutnya sebagai "demonstrasi damai" dengan sedikit gegap gempita. Delapan orang wartawan ikut menyaksikan aksi kedua rohaniwan gereja itu. (voa-islam.com/DOR)
11 September 2010
Akhirnya terjadi juga. Al Qur’an, kitab suci umat islam dibakar. Dikatakan sebagai buku setan, ayat palsu serta hinaan-hinaan lainnya. Sungguh tindakan yang tercela karena sejatinya kitab suci agama manapun tak layak dihina. Meski berbeda. Meski ajaran itu salah sebab Al Qur’an memerintahkan umat islam menyeru dengan hikmat. Sesuai dengan prinsip islam. Rahmatan Lil Alamin
Lakum dinukum waliya diin
Biarkan mereka beribadah dengan kitab-kitab mereka sendiri. Tak perlu diikuti, tak perlu dikacaukan. Yang perlu dilakukan hanyalah menyadarkan mereka dengan cara yang baik bahwa Tiada Tuhan Selain Allah hingga pada saatnya nanti mereka akan meninggalkan kitab-kitab mereka sendiri.
Cukuplah
Lakum Dinukum Wa Liyadin
Kembali ke pembakaran Al Qur’an, sebuah hinaan yang fatal memang. Tapi ada satu hal yang perlu dilakukan umat muslim saat ini sebelum memutuskan untuk berorasi berapi-api. Sebelum berteriak “Anjiiiiiiiing” atau apalah itu.
Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya merenung. Adakah umat islam saat ini mengenal Al Qur’annya dengan baik sehingga saat mereka bertanya, bagian mana dalam Al Quran yang mengajarkan kedamaian, umat muslim bisa menjawabnya
Ataukah umat muslim sekarang hanyalah muslim yang sok kenal dengan Al Quran lantas berkoar, APA YANG KAMI LAKUKAN SUDAH BENAR MENURUT AL QURAN hingga Al Quran yg suci turut menanggung akibat dosa yg mereka lakukan.
Renungkan
Sebab bisa jadi, orang-orang yang membenci Al Quran menilai Al Quran bukan langsung dari makna dan kandungannya melainkan dari tingkah laku muslimin saat ini.


*

Quotes
Tegakkan syari’ah dengan langkah yang syar’i
Sucikan Ayat-ayat Allah SWT dengan hati yang bersih 

Kamis, 26 Agustus 2010

Prolog


“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya “ (QS At Tin : 4)
“Renungkan apa yang disampaikanNya lewat alam. Lewat ciptaanNya.  Akankah kau menangisi segala hal yang tak kau miliki. Mengeluh, tak ada aura bidadari dalam senyummu, tak ada rona pelangi dalam wajahmu, tak ada gemintang dalam tatapanmu, tak ada jernih susu dalam kulitmu. Dan semuanya
Atau kau akan bersyukur atas segala yang ada. Keluarga yang penuh kasih.  Otak yag cemerlang dan semuanya.
Perlu kau tahu, bahwa tak ada manusia yang lebih baik dari manusia lain, selain manusia yang bertaqwa kepada Rabbnya
-part of my project-

Minggu, 22 Agustus 2010

Ramadhan


Mungkin 10 Tahun Lalu
Bahagia ini hadir
Sebab hidup kita dirahmati
Sebab doa kita diijabahi
Sebab dosa kita diampuni
Alhamdulillah
                Mungkin detik ini
                Bahagia kembali hadir
                Sebab lebaran akan datang
                Sebab THR akan dicairkan
                Sebab mata melihat tulisan SALE SALE SALE bertebaran
                Sebab Fashion show idul fitri akan dilaksanakan
                Indahnya
                Alhamdulillah
Mungkin 10 Tahun Lalu
Sedih ini hadir karena matahari terakhir ramadhan terbenam
Mungkin detik ini
Sedih ini hadir karena baju kita tak sebagus tetangga depan
Mungkin
                Begitulah ramadhan dari waktu ke waktu
                Bahagia dan Sedih tetap hadir
                Meski dengan sebab berbeda

Rabu, 28 Juli 2010

Mencari Solusi Tanpa Mendatangkan Masalah Lain

Mungkin sudah fitrahnya bahwa wanita memang diciptakan berparas menarik. Terlebih untuk teman-teman yang menutup auratnya dengan baik, juga menjaga pandang, pesona sejati seorang muslimah akan terpancar dengan sendirinya. Maka jangan heran, jika di kehidupan sehari-hari anda aka dipenuhi perhatian, ungkapan cinta, mungkin juga berkali-kali di khitbah.
Memang terkadang hal ini membuat kita risih, terlebih kalau ada oknum yang sepertinya menciptakan ‘teror’ kepada kita. Memenuhi handphone kita dengan sms-sms ‘gombal’, memenuhi meja kita dengan kartu ucapan, atau bahkan tiba-tiba ada kiriman coklat ke alamat kita. Itu wajar. sebab kita memang hidup di dunia, bukan di surga. Jadi keterjagaan mungkin hanya milik sedikit orang, bukan semua.
Ada kalanya kita yang risih menjadi agak gegabah memilih langkah mengatasi semua. Dengan mengganti status facebook dari single menjadi in relationship misalnya. Mungkin tampaknya ini akan menyelesaikan masalah sebab orang-orang yang ‘mengejar’ kita akan berpikir ulang untuk melanjutkan ‘pengejarannya’ kalau tahu kita sudah punya pasangan, tapi kalau kita mau mencermati, itu semua hanyalah solusi jangka pendek yang bisa saja menghadirkan masalah lain. Fitnah lain.
Ukhti, pernahkah kita berpikir saat kita mengganti status seperti itu, banyak mata yang mengawasi tindakan kita. Tak hanya si dia, tapi mungkin juga orang-orang lain yang sudah menganggap kita teladan sebab kita adalah kader dakwah. Kalau mereka hanya tahu, tanpa berpikir macam-macam sih tak terlalu bermasalah tapi kalau mereka berpikir, lhawong yang biasa dakwah aja boleh pacaran masak kita nggak? Itu yang menjadi masalah sebab tanpa sengaja kita sudah menjadi MLM maksiat. J
Sebenarnya, jika kita bisa berpikir jernih, pasti ada solusi alternatinya sebab Allah tak mungkin memberi ujian di luar kemampuan hambanya. Jikalau antum semua merasakan kerisihan seperti itu, coba beri ‘dia’ pengertian dengan cara yang ma’ruf dan tak melanggar koridor syari’at tapi kalau dia tak bisa diberi pengertian yah ada dua pilihan acuhkan atau hindari (bener ngga ya? –“) atau mungkin antum bisa curhat ke orang yang lebih mengerti (murabbi misalnya) jadi antum insya allah dapet solusi yang lebih baik.
NB
Spesial thanks buat teman-teman yang sudah menasihati saya =))

Sabtu, 24 Juli 2010

  Rahasia Dua Lelaki

dari balik tabir, kudengarkan wanita itu bicara mengisahkan pengalaman yang akan menjadi guru
***
“aku bertemu dua lelaki”, dia memulai cerita dengan suara lembut, riang, sekaligus sendu. Aku menerka demikian pula wajahnya
“kurasa dua-duanya mampu membuatku tak bisa menolak jika mereka punya kehendak”
“oh ya?”, kudengarkan sambil dalam hati mengucap “Rabbi..”
***
“lelaki pertama berparas titisan yusuf,hartanya warisan sulaiman, gagahnya serupa musa”
wanita itu berhenti, sejenak menghela nafasnya
aku menggigit bibir dan mendalamkan tundukku
***
“dan tahukah kau”, suaranya cekat kini,
“setelah bicara padanya, aku pulang terpesona, merasa telah berjumpa dengan lelaki paling rupawan bercakap dengan insan paling bijaksana”
***
aku tak ingin tahu lebih banyak,
jadi kutanyakan padanya tentang lelaki kedua
dan sepertinya dia tersenyum
***
“seusai berbincang dengan lelaki kedua”, katanya
“aku pulang dengan bahagia, merasa penuh pesona merasa menjadi wanita paling jelita, merasa diriku perempuan paling cendikia”
***
“jadi di antara mereka”, tanyaku sambil mengepalkan jemari
“siapa yang lebih tampan, siapa yang lebih mengagumkan?”
kurasa dia tersenyum lagi, menertawakanku barangkali
“laki- laki pertama lebih mencintai dirinya sendiri ,dia bersukacita saat menebarkan pesona, dia bahagia ketika banyak hati memujanya”
***
“laki-laki kedua mempesona bukan karena dirinya mdaya pikatnya ada pada perhatiannya, yang membuatku merasa ada, merasa bermakna, merasa berharga”
***
“jadi”, aku menyimpulkan perlahan, “kaumemilih yang kedua?”
dia tersenyum lagi, “aku telah mendapatkan yang ketiga”
“laki-laki suci; yang memuliakanku dengan menikahiku, dia menjaga kesuciannya dengan pernikahan, dia menjaga pernikahannya dengan kesucian, dia berupaya untuk mempunya pesona lelaki pertama, tanpa mengumbarnya. dia belajar memiliki pesona lelaki kedua, untuk mengagungkan isterinya meski jauh dari sempurna dia mengingatkanku pada sabda Sang Nabi;
“sebaik-baik lelaki adalah yang paling memuliakan perempuan”
***
aku tersenyum kini, “tunggu, apakah engkau ini isteriku?”
***
NB
ini copast dari blognya pak salim a fillah
bagus, walaupun yang nulis agak narsis ^^