CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sabtu, 13 Maret 2010

HUKUM MEMBACA DAN MEMEGANG AL QUR'AN SAAT HAID (PART 2)

Setelah pendapat pertama diuraikan di bagian 1, sekarang saatnya kita membahas pendapat kedua.
Ulama yang memperbolehkan wanita haid memgang Al Qur’an berpegang pada dalil berikut :

إِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيْمٌ فِي كِتَابٍ مَّكْنُو نٍ لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ تَتِريلٌ مِّن رَّبِّ الْعَا لَمِينَ

Artinya:
“Sesungguhnya Al qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia pada kitab yang terpelihara. Tidak menyentuhya kecuali (hamba-hamba) yang disucikan. Diturunkan oleh Robbul ‘Alamin.” (QS. Al Waqi’ah: 77-80)

Ulama-ulama yang menyetujui pendapat ini berpendapat bahwa, kata ganti nya pada “Tidak menyentuhnya” dirujuk kepada kitab yang terpelihara (Al Waqiah :78).
Selain itu lafadz المُطَهَّرُونَ yang digunakan dalam ayat tersebut adalah dalam bentuk isim maf’ul (orang-orang yang disucikan), bukan dalam bentuk isim fa’il (orang-orang yang bersuci). Tentu hal tersebut mengandung makna yang sangat berbeda.
Merujuk pada hadist

“Orang mu’min itu tidaklah najis.” (Muttafaqun ‘alaih)

Serta firman Allah

“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS. At Taubah: 28)

Semakin memperkuat pandapat para ulama bahwa yang dimaksud dengan yang disucikan disini adalah seluruh orang beriman.

Dalil lain yang juga menjadi dasar pendapat ini adalah hadis Rasulullah yang merupakan jawaban atas pertanyaan Aisyah tentang hal apa saja yang bisa dilakukan wanita haid saat berhaji:

“lakukanlah semua apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf di Baitullah hingga engkau suci”

( HR. al-Bukhori dan Muslim).

Meski demikian bagi seseorang yang berhadats kecil sedang ia ingin memegang mushaf untuk membacanya maka lebih baik dia berwudhu terlebih dahulu. Ishaq bin Marwazi berkata, “Aku berkata (kepada Imam Ahmad bin Hanbal), ‘Apakah seseorang boleh membaca tanpa berwudhu terlebih dahulu?’ Beliau menjawab, ‘Ya, akan tetapi hendaknya dia tidak membaca pada mushhaf sebelum berwudhu”.

Kesimpulannya, kedua pendapat di atas hanyalah masalah khilafiyah. Kita bebas menganut yang mana asal tahu dasarnya

Wallahu a’lam 

0 komentar: